Marselina Heri atau yang biasa dipanggil Mama She harus putus sekolah saat di bangku SMP. Ayahnya meninggal dunia, dan sebagai putri sulung dari 6 bersaudara, Mama She harus membantu ibunya untuk membiayai keluarga. Namun keadaan ini tidak membuat Mama She berkecil hati. Berbekal ilmu tenun yang ia pelajari dari neneknya, Mama She mulai mencari cara untuk menghasilkan uang dari keterampilannya ini.
Perempuan kelahiran 1978 ini membawa keluarganya merantau ke Kota Kupang. Ia pun bekerja sebagai penenun di perusahaan milik saudaranya. Setelah bekerja 4 tahun, Mama She berhasil mengumpulkan cukup modal untuk membuka usaha sendiri di rumah, dibantu oleh ibunya. Penghasilan Mama She dari usaha inilah yang menghidupi keluarganya dan menyekolahkan adik-adiknya.
Pada bulan Maret 2002 Mama She menikah dengan Edson Fredik Baoimau. Setelah menikah, ia tetap menjalankan usahanya. “Kalau suami bisa cari uang, maka saya juga harus tetap berusaha bisa punya uang sendiri,” ujarnya. Belajar dari pengalaman ibunya, Mama She percaya bahwa perempuan tidak selamanya harus bergantung pada suami, mereka perlu berusaha untuk bisa mandiri.
Suami Mama She merupakan anak sulung di keluarganya, dan memiliki tanggung jawab untuk memimpin keluarga. Mereka pun diminta untuk pulang ke kampung suami di Desa Oesena. Setelah beberapa tahun tinggal di Oesena, Edson Baoimau terpilih sebagai Kepala Desa dan masih menjalani tugas ini sampai sekarang di periode ke 2.
Keterampilan Mama She dalam menenun terus meningkat, beliau bahkan berkesempatan mengikuti pelatihan pencelupan pewarna alam di kota Bogor, sebagai bagian dari program kerjasama antara Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) dan Yayasan Alfa Omega (YAO). Mama She kemudian membentuk kelompok tenun yang diberi nama Ai Nan Fen yang artinya “Perempuan Bergerak Maju”.
Sebagai istri Kepala Desa, Mama She dipercaya sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Desa Oesena. Beliau menggunakan kesempatan ini untuk semakin memperkenalkan usaha tenun ikat kepada warga, terutama penggunaan pewarna alami untuk benang tenun. Banyak terobosan-terobosan yang dilakukan dan bahkan setiap tahun dijadwalkan agenda pameran budaya tenun ikat yang awalnya hanya dilakukan di tingkat desa Oesena, sekarang sudah berkembang ke tingkat kecamatan hingga kabupaten Kupang. Hal ini berdampak pada semangat para warga umumnya dan khususnya anggota Ai Nan Fen untuk memproduksi tenun dalam jumlah yang banyak. Ketika produksi meningkat, Mama She dan kelompoknya dihadapkan pada persoalan bagaimana cara memasarkan produk tenun mereka dan bagaimana menjalankan usaha yang baik. Ai Nan Fen belum menggunakan pencatatan yang baik, dan belum mengetahui cara menentukan harga untuk kain mereka.
Pondok Pergerakan menyelenggarakan Pelatihan Kewirausahaan dan Akses ke Lembaga Keuangan bagi masyarakat desa, perempuan, pemuda, dan warga disabilitas di Desa Oesana di 2021. Pelatihan ini merupakan bagian dari proyek Employment and Livelihood yang didanai oleh COVID-19 Response and Recovery Multi-Partner Trust Fund (UN MPTF). Ai Nan Fen merupakan salah satu kelompok yang ikut menjalani pelatihan. “Kami mendapatkan banyak pelajaran berharga tentang bagaimana kami harus mengelola usaha dengan baik supaya usaha tenun yang kami miliki ini bisa maju dan menjadi sumber penopang ekonomi keluarga kami. Kami juga bisa tahu cara menghitung harga jual yang menguntungkan karena sudah ada perhitungan biaya bahan baku, upah diri kami sebagai tenaga kerja, biaya peralatan, dan bahkan biaya listrik dan air juga turut dihitung di dalamnya,” jelas Mama She. Dalam pelatihan ini para peserta juga diperkenalkan dengan strategi pemasaran online. Dampaknya langsung terasa di mana keesokan paginya mereka mendapat kunjungan dari tamu yang melihat postingan mereka di Facebook, dan saat itu juga 4 lembar kain seharga Rp1.000.000 per lembar laku terjual.
Pasca pelatihan, Mama She juga mengajak teman-teman mulai membenahi manajemen organisasi dan keuangan kelompok dengan melakukan pencatatan keuangan maupun pencatatan stok barang yang masuk maupun keluar. Mama She memiliki harapan agar kelak mereka bisa membuka galeri tenun “M She” di pusat Kota Kupang sehingga bisa memperluas jangkauan pemasaran produk mereka kepada peminat tenun ikat yang ada kepada semua kalangan.