Penyintas HIV raih manfaat dari pelatihan kewirausahaan di Papua

Jhon Matius, 52 tahun, dinyatakan positif HIV setelah menderita sakit dan menjalani serangkaian tes darah lengkap pada 2007. Namun, perantau asal Tana Toraja, Sulawesi Selatan yang kini tinggal di Kampung Asei Kecil, Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua ini tidak menganggap konfirmasi tersebut sebagai akhir dunia.

Bersama istri dan anak lelaki satu-satunya, Jhon mendedikasikan diri untuk mengelola usaha peternakan babi miliknya. Menurut Jhon, ia dan keluarganya kini memiliki 20 ekor babi dewasa yang mereka rawat dengan telaten di peternakan mereka. Jhon dan keluarganya selalu memperhatikan kebersihan kandang dan kesehatan ternak, serta kualitas pakan yang diberikan pada babi di peternakannya.

Jhon mengatakan bahwa keseriusannya dalam mengurus peternakan sempat menarik perhatian pemerintah Kabupaten Jayapura. “Peternakan saya sempat ditunjuk sebagai percontohan dan menerima kredit usaha rakyat (KUR) dari bank setempat,” ujar Jhon.

Sebelum pandemi COVID-19, Jhon mengaku bisa mengantongi penghasilan hingga Rp15 juta per bulan dari usaha ternak babinya. Pendapatannya menurun saat pandemi karena ia hanya memiliki satu kanal pemasaran, yakni melalui grup WhatsApp. Selain itu, Jhon mengatakan pandemi juga berakibat pada sulitnya mendapat stok pakan ternak.

Jhon menyadari bahwa pengalaman beternak yang ia jalani secara otodidak tidak cukup untuk bertahan di tengah terpaan pandemi. Kesulitan yang satu per satu muncul, mulai dari memasarkan ternak, mengamankan pakan babi, hingga masalah pembukuan keuangan membuat Jhon merasa tertarik untuk mengikuti pelatihan kewirausahaan yang diselenggarakan ILO bersama Yayasan Konsultasi Independen Pemberdayaan Rakyat (KIPRa) di Jayapura.

Pelatihan kewirausahaan tersebut merupakan bagian dari proyek Employment and Livelihood yang diadakan ILO bersama tiga badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lain di Indonesia. Proyek yang didanai oleh UN COVID-19 Response and Recovery Multi-Partner Trust Fund (UN MPTF) ini berupaya menjangkau dan memperbaiki kualitas hidup kelompok rentan agar dapat bangkit di tengah dan setelah pandemi.

“Anggota kelompok rentan kerap menghadapi tantangan yang lebih rumit saat mereka memulai dan mengembangkan usaha. Kami harap bekal dari pelatihan ini dapat mendukung mereka agar dapat bertahan dengan daya saing yang lebih kuat,” kata Budi Maryono, staf nasional ILO untuk kewirausahaan di Jakarta.

Lebih lanjut, Yayasan KIPRa dan ILO mengapresiasi para peserta lain yang turut berperan memperbaiki kualitas hidup sesama anggota kelompok rentan, seperti yang dilakukan Jhon. Tak hanya berfokus pada usahanya, Jhon turut ambil bagian dalam kegiatan untuk memberdayakan sesama orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Tiga kali seminggu, Jhon aktif memberikan bimbingan dan konseling bagi para ODHA di Yayasan Noken Papua. 

Papua masih menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang berjuang untuk mengatasi persebaran HIV dan AIDS. Dinas Kesehatan Provinsi Papua melaporkan bahwa 43.219 dari 3,3 juta penduduk Papua hidup dengan HIV/AIDS pada 2020 dan sebagian besar belum memiliki akses ke obat-obatan atau layanan kesehatan yang memadai.

Selama pelatihan, Jhon dan para peserta lain terus menunjukkan antusiasme mereka untuk memahami seluruh materi yang dapat diterapkan ke bisnis mereka. “Berbagai pemahaman tentang dunia kewirausahaan dan bagaimana cara memasarkan produk menjadi beberapa bagian penting yang bisa saya praktikkan di usaha ternak saya. Kini saya juga lebih memahami pentingnya memisahkan pembukuan keuangan usaha dengan keuangan keluarga,” kata Jhon.

Jhon mengaku bahwa pengetahuan yang disampaikan ILO dan Yayasan KIPRa sangat membantu dalam menjalankan usaha peternakannya dengan lebih terencana dan teratur. Jhon pun berharap bahwa usaha peternakannya dapat bangkit dan kembali menjadi peternakan percontohan di Papua.