Pelatihan permakultur menginspirasi pemuda untuk kembali bertani dan memajukan desa di Lombok, NTB

Pelatihan bertani dengan teknik permakultur memperkuat harapan seorang anak muda asal Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk meningkatkan kesejahteraan di desanya dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya setempat.

Hikmayani (22 tahun) tengah menyusun proposal skripsi ketika ia mendapat informasi mengenai pelatihan permakultur yang diadakan oleh Terasmitra, Agustus 2021 lalu. Mahasiswa jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Mataram, NTB ini tergerak untuk mendaftar karena merasa tema pelatihan sejalan dengan proposal skripsinya, yakni bahan pangan dari tanaman kelor.

“Motivasi utama saya adalah untuk mendapat tambahan ilmu agar dapat membantu memajukan desa,” kata Hikma, begitu ia biasa dipanggil. Hikma berasal dari Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah, NTB. Desa ini terletak di perbatasan kawasan Taman Hutan Rakyat Nuraksa, satu-satunya hutan konservasi di NTB. Selain menanam kopi dan padi, sejumlah penduduk juga menambang pasir sebagai sumber mata pencaharian.

“Tanah di desa saya sangat potensial untuk bertani namun kurang dimanfaatkan karena warga tidak punya cukup pengetahuan mengenai cara pengelolaan lahan”

kata Hikma

Selain itu, Hikma menjelaskan banyak warga yang menjual tanah mereka dan memilih bekerja sebagai buruh, merantau atau menjadi pekerja migran. Hikma mengaku ingin mendorong masyarakat di desanya untuk kembali memanfaatkan lahan mereka.

Selama mengikuti pelatihan yang diadakan Perkumpulan Terasmitra di Koperasi Syariah Lingkar Rinjadi, Gatep Ampenan, Mataram pada 10-12 Agustus 2021, Hikma mempelajari cara budidaya kelor dengan teknik permakultur. Metode ini merupakan teknik bertani yang ramah lingkungan dengan memperhatikan ekosistem di sekitar lahan. Selain bercocok tanam, para peserta juga mempelajari cara mengolah daun kelor menjadi tepung.

Pelatihan permakultur ini adalah bagian dari proyek Employment and Livelihood, inisiatif bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia. Proyek ini didanai oleh UN COVID-19 Response and Recovery Multi-Partner Trust Fund (UN MPTF) dan bertujuan untuk menghadirkan kesempatan setara untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh warga termasuk kelompok rentan seperti anak muda, perempuan, dan penyandang disabilitas.

“Kami berharap dengan dukungan pelatihan dan pendampingan yang diberikan, masyarakat rentan yang terdampak pandemi bisa kembali bangkit. Selain itu, kami berharap pelatihan ini akan mendorong masyarakat di Lombok untuk lebih mengenal cara mengelola tanah mereka,” ujar Navitri Putri Guillaume, staf nasional ILO di Jakarta.

Selepas pelatihan, Hikma menggelar kegiatan serupa untuk berbagi ilmu barunya dengan melibatkan anak muda di Desa Karang Sidemen. Mereka pun telah mulai menanam kelor sebagai percobaan dan meremajakan tanaman yang telah ada secara mandiri. Hikma berharap pemanfaatan lahan yang maksimal di desanya ini akan membantu meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan warga.

Hikma berharap masyarakat di Karang Sidemen akan lebih bersemangat untuk mengelola lahan dan berhenti menjual tanah milik mereka. Dia juga ingin generasi muda kembali ke desa untuk mengembangkan potensi serta menciptakan lapangan pekerjaan untuk memajukan daerahnya dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada.

“Setelah pelatihan ini saya merasa lebih peka terhadap lingkungan sekitar. Selesai kuliah nanti saya akan kembali ke desa dan mengelola lahan yang ada di rumah. Saya juga akan mengajak teman-teman mengembangkan potensi HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu),” kata Hikma optimis.