Pelatihan pengolahan sorgum yang digelar ILO bersama Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi (Yaspensel) Larantuka membantu dua perempuan asal Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk berkreasi dengan bahan pangan lokal dan melipatgandakan penghasilan.
Penghasilan Maria Peni Baon, akrab disapa Mama Marni, dari berjualan kue sorgum sempat turun drastis akibat melemahnya daya beli masyarakat Flores Timur di tengah pandemi COVID-19. Sebelum pandemi, Mama Marni yang tinggal di Desa Mudakeputu, Kecamatan Ile Mandiri, ini biasanya mengantongi pendapatan hingga Rp 400.000 per bulan dari berdagang.
Uang tersebut ia pergunakan untuk membeli bahan makanan pokok seperti beras, gula, garam, dan ikan kering. Ia juga menyisihkan penghasilan sebagai modal berdagang. “Sekarang cari uang susah, kita bisa coba berjualan tapi tidak ada yang mau beli karena tidak ada yang punya uang,” ujar Mama Marni.Kesulitan dalam menjalankan usahanya ini pun menggerakkan perempuan berusia 47 tahun ini untuk mengikuti pelatihan mengenai produk turunan sorgum dan keamanan pangan yang digelar oleh Yaspensel dan ILO pada 13 Agustus 2021. Setelah pelatihan, Mama Marni mulai berkreasi dengan sorgum di dapurnya dan membuat kolak, kleso (sejenis lontong santan), cucur, dan donat.
“Saya memang suka masak, apa saja juga saya coba yang penting bahannya ada”
kata Maria
Pelatihan yang diadakan Yaspensel ini merupakan bagian dari proyek Employment and Livelihood yang diselenggarakan ILO bersama tiga badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lain di Indonesia. Proyek ini didanai oleh UN COVID-19 Response and Recovery Multi-Partner Trust Fund (UN MPTF).
Pada awalnya Mama Marni tidak melihat peningkatan penghasilan yang berarti setelah mengikuti pelatihan. Ia mulai menerima lebih banyak pesanan setelah pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) Mudakeputu melihat potensi dari usaha miliknya untuk mendukung kebijakan daerah dalam mencegah dan menangani stunting dengan menggunakan tanaman pangan lokal seperti sorgum, jagung, kacang hijau, daun kelor, dan buah-buahan lokal.
Meski terus membaik, NTT masih menjadi salah satu provinsi dengan tingkat stunting tertinggi di Indonesia. Informasi dari Kementerian Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) menunjukkan prevalensi stunting di NTT sebesar 28,2 persen pada 2020, turun dari 35,4 persen pada 2018. Angka ini masih jauh di atas standar prevalensi gizi buruk yang ditetapkan WHO, yakni 20 persen. Pemerintah Indonesia sendiri telah menetapkan target untuk menurunkan tingkat stunting hingga 14 persen pada 2024.
“Melalui pelatihan tentang produk sorgum dan ketahanan pangan ini, ILO berharap bisa membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Flores Timur, baik dari sisi penghasilan hingga kesehatan, termasuk perbaikan gizi ibu dan anak,” ujar Navitri Putri Guillaume, staf nasional ILO di Jakarta.
Kepercayaan yang diberikan Puskesmas Mudakeputu untuk menjadikan Mama Marni sebagai pemasok makanan berbahan sorgum turut memantik ketertarikan warga lain terhadap penganan yang ia jual. Mama Marni pun mulai menerima pesanan makanan untuk acara-acara di desanya. Penghasilannya pun meningkat hingga delapan kali lipat, mencapai Rp 3,2 juta per bulan. Ia pun mulai mengajak para ibu di Mudakeputu untuk memulai usaha berjualan produk serupa dan berharap mendapat bantuan berupa mesin penggiling sorgum agar tidak perlu pergi ke pasar untuk menggiling sorgum menjadi tepung.
Pengalaman serupa dialami Maria Suhartini, atau Mama Tini. Menurunnya penghasilan dari berjualan kue dan menerima pesanan katering untuk acara akibat pandemi mendorong Mama Tini mengikuti pelatihan Yaspensel di Desa Kawalelo, Kecamatan Demon Pagong pada akhir Oktober 2021.
“Rada susah kalau harap pesanan masuk, orang kita tidak boleh kumpul- kumpul”
kata Mama Tini
Setelah mengikuti pelatihan, Mama Tini mencoba berjualan kue berbahan sorgum namun penghasilannya belum meningkat. Ia lalu mencoba mengolah tepung sorgum yang tersisa menjadi sereal dan minuman mocca instan untuk dititip di toko-toko dekat tempat tinggalnya.
Ia tak menyangka bahwa permintaan untuk sereal sorgum sangat tinggi. Kini, Mama Tini bisa menjual hingga 20 kantong sereal per hari. Mama Tini pun tengah berupaya mendapat sertifikat produksi pangan rumah tangga. “Kita harus tekun kalau ingin berhasil; tidak laku saat berjualan itu hal biasa, bukan berarti saya harus menyerah,” ujar Mama Tini.