Pelatihan pengolahan hasil tani dan pemasaran produk membantu Aldonsina dan Ross, dua perempuan di Papua dan Papua Barat, mempertahankan penghasilan selama pandemi sekaligus membangun ketahanan pangan berbasis kearifan lokal.
Pandemi COVID-19 membuat Aldonsina Awairaro memanfaatkan seluruh sumber daya yang tersedia untuk menambah penghasilan keluarga. Sehari-hari, ibu tiga anak ini berjualan pinang dan tas anyaman noken atau rajutan sintetik di pondok kayu beratap seng yang ia bangun bersama suaminya di Kampung Anggori, Kecamatan Manokwari Barat, Papua Barat. Meski tak seberapa, Aldonsina mengaku cukup puas karena bisa membantu menyediakan makanan di rumah dari hasil berjualannya.
“Saya memilih membuka usaha sendiri di pondok karena saya tidak perlu terikat dengan siapa pun. Saya juga bisa memiliki waktu untuk mengurus keluarga. Saya tidak perlu pergi jauh ke pasar atau ke pinggir jalan besar sehingga bisa menghemat ongkos. Hasil berjualan di sini cukup untuk membeli beras untuk makan”
kata perempuan berusia 43 tahun ini
Aldonsina menjelaskan bahwa peluang meningkatkan pendapatan selama pandemi membuatnya tertarik mengikuti pelatihan pengolahan dan pemasaran produk pertanian yang dilaksanakan Mnukwar Papua pada September-Oktober 2021 di Manokwari Barat. Pelatihan ini merupakan bagian dari program Employment and Livelihood yang diselenggarakan empat badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia, termasuk ILO, dengan dukungan pendanaan dari UN COVID-19 Response and Recovery Multi-Partner Trust Fund (UN MPTF).
Pelatihan kewirausahaan serta peningkatan kapasitas untuk mitra sosial merupakan salah satu upaya untuk mempromosikan akses ke pekerjaan yang layak untuk semua. Pelatihan pengolahan produk pertanian bertujuan agar masyarakat dapat memanfaatkan sumber daya pangan lokal dan menurunkan jumlah modal yang diperlukan saat memulai usaha.
“Dengan memberikan ruang bagi usaha kecil di sektor pertanian, ILO berharap dapat membantu memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan mendorong ketahanan pangan, sejalan dengan program pemerintah Indonesia,” ujar Navitri Putri Guillaume, staf nasional ILO di Jakarta.
Menurut Aldonsina, pelatihan yang digelar Mnukwar ini telah memberi banyak pengetahuan bagi masyarakat di Kampung Anggori mengenai jenis dan peluang pengembangan produk yang dapat mereka pasarkan. Selama pelatihan, para peserta diajari cara mengolah bahan pangan lokal seperti sagu menjadi mi dan sirup glukosa. Mereka juga mengenal cara memasarkan produk, baik secara online maupun offline.
Aldonsina sendiri terlibat secara langsung di dalam pelatihan. Ia memang dikenal sebagai perempuan yang aktif di berbagai kegiatan dan terpilih sebagai wakil ketua majelis gereja di Anggori. Selama pelatihan, Aldonsina giat mengajak para perempuan dan generasi muda Anggori untuk turut serta. Berkat semangat Aldonsina serta kerja sama dari seluruh peserta, sebanyak empat kelompok perempuan dan pemuda terbentuk di Anggori. Kelompok-kelompok ini akan menggalang usaha pengolahan produk tanaman pangan lokal dengan melibatkan warga.
Menurut Aldonsina, selama ini banyak warga yang ingin memulai usaha serupa namun belum memiliki modal atau peralatan yang cukup. Ia berharap pengetahuan mengenai cara mengolah tanaman pangan lokal serta pemasaran daring akan membantu masyarakat khususnya perempuan dan kelompok muda bertahan di tengah pandemi.
“Masyarakat apalagi mama-mama yang ada di kampung yang tahu betul kondisi ekonomi dalam keluarga perlu dibekali pelatihan dan pendampingan seperti ini, supaya kita bisa memiliki keterampilan untuk membuka usaha dan mendapat penghasilan yang cukup memenuhi kebutuhan di rumah” kata dia.
Hal serupa dinyatakan oleh Rosalina Boseren, salah satu peserta yang mengikuti pelatihan serupa di Kampung Dowansiba, Kelurahan Amban. Ross, panggilan akrabnya, adalah mahasiswa asal Biak, Papua yang sedang menempuh pendidikan di jurusan Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Papua, Manokwari. Penurunan pendapatan akibat pandemi membuat keluarga Ross mengurangi uang sakunya. Ia pun berupaya mencari cara untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Sebagian besar warga di Papua dan Papua Barat masih mempertahankan kebiasaan nyirih atau mengunyah pinang, sirih dan kapur. Pedagang tiga komoditas ini dapat ditemui di hampir semua pasar kecil maupun besar di dua provinsi ini.
“Saya lalu membuka usaha kecil-kecilan berjualan pinang, sirih, dan kapur”
ujar Ross
Menurut Ross, pelatihan pengolahan dan pemasaran produk pertanian yang diselenggarakan Mnukwar sangat sesuai dengan keinginan untuk melanjutkan dan mengembangkan usahanya. Selain itu, Ross mengaku merasa bangga karena telah membantu memperkenalkan pangan lokal Papua lewat produk mie dan gula cair berbahan dasar sagu yang ia jual.
Ia mengatakan bahwa pelatihan seperti ini patut dilanjutkan untuk membantu kelompok pemuda, terutama mereka yang mengalami kesulitan finansial. “Pelatihan ini membantu memberdayakan pemuda sekaligus mengatasi masalah pengangguran. Selain itu, kita bisa turut mendukung para petani, khususnya petani sagu, dan mendorong perputaran ekonomi,” kata Ross.