Kisah Resi dan Boe: Mengembalikan Denyut Ekowisata di NTB dan NTT

Pelatihan ekowisata membantu Resi Budiana dan Buharto, pemandu wisata muda di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk bangkit di tengah pandemi COVID-19.

Resi Budiana adalah salah satu dari 53 perempuan di Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, NTB yang mengandalkan pesona Gunung Rinjani sebagai sumber pendapatan. Para perempuan ini tergabung dalam Rinjani Women Adventure (RWA), yang didirikan oleh Katniwati pada 1995 untuk menunjukkan bahwa perempuan dapat mengelola usaha pendakian gunung dan tidak harus selalu mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Pendapatan dari bekerja bersama RWA membuat Resi bisa mendukung ekonomi keluarga selama bertahun-tahun hingga merebaknya pandemi COVID-19 pada awal 2020. Pendapatan Resi serta para anggota RWA dan penduduk Desa Senaru - salah satu gerbang pendakian Gunung Rinjani - pun menurun. Di tengah surutnya gelombang wisatawan, Resi memutuskan untuk mengikuti Pelatihan Pengembangan Ekowisata yang digelar Yayasan Ekowisata Indonesia (Indecon) pada Agustus 2021 di desanya.

“Saya tertarik bergabung dengan RWA pada 2017 karena saya kagum dengan Katniwati. Hingga kini pun, masih belum banyak perempuan pemandu di sekitar Gunung Rinjani”

kata perempuan berusia 32 tahun ini

Pelatihan ini adalah bagian dari program Employment and Livelihood, sebuah inisiatif bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia. Program yang menyasar kelompok muda dan rentan tersebut memperoleh pendanaan dari UN COVID-19 Response and Recovery Multi-Partner Trust Fund (UN MPTF).

“Pariwisata merupakan salah satu sektor yang menderita akibat pandemi COVID-19. Pelatihan ekowisata ini diharapkan dapat membantu para pelaku industri wisata untuk pulih dan menghadirkan paket serta program wisata yang lebih baik, ramah lingkungan, dan menarik setelah COVID-19,” ujar Navitri Putri Guillaume, staf nasional ILO di Jakarta.

Selama pelatihan, Resi dan para anggota RWA lain mempelajari cara meningkatkan kualitas produk wisata dan kemampuan beradaptasi dengan situasi pasar yang berubah karena pandemi. Resi juga belajar tentang pembuatan berbagai variasi produk wisata, termasuk paket tur virtual.

“Walau sudah cukup lama bergabung dengan RWA, tapi pengetahuan saya masih minim. Di pelatihan ini bahkan untuk pertama kalinya saya belajar tentang cara mengembangkan produk ekowisata”

kata Resi

Selepas pelatihan, Resi dan kawan-kawannya di RWA bersama masyarakat adat pun menyempurnakan paket wisata jelajah desa untuk memperkenalkan keseharian Suku Sasak di Desa Senaru. Ia mengakui bahwa banyak hal yang harus diperbaiki, terutama terkait penerapan protokol kesehatan dan sanitasi serta pengelolaan sampah.

 

Ambisi putra Labuan Bajo

Pelatihan serupa juga diikuti Muhammad Buharto, yang akrab dipanggil Boe, di Jakarta pada Juni 2021. Boe yang berasal dari Desa Sano Nggoang, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, ini bekerja sebagai pemandu wisata di Labuan Bajo, pintu gerbang ke Taman Nasional Komodo yang merupakan salah satu tujuan wisata utama di Indonesia.

Boe adalah salah satu dari lima peserta yang terpilih untuk mengikuti Training of Trainers yang diadakan Indecon. Mereka dilatih untuk menjadi fasilitator yang membantu Indecon melaksanakan pelatihan di berbagai lokasi di NTB dan NTT.

“Setelah hampir tiga tahun bekerja sebagai pemandu wisata, saya memang memiliki keinginan besar untuk terlibat dalam pengembangan pariwisata yang lebih luas. Saya senang sekali mendapat kesempatan belajar bersama Indecon dan menjadi fasilitator untuk pelatihan di tingkat lokal,” kata Boe.

Boe sendiri sempat bekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat di Makassar, Sulawesi Selatan, setelah meraih gelar sarjana sastra Inggris dari dari Universitas Hasanuddin. Pada 2015, ia kembali ke Sano Nggoang dan tertarik untuk terjun ke dunia pariwisata yang telah berperan mendorong pertumbuhan di Labuan Bajo.

“Saat itu nikmat sekali rasanya menjadi pemandu. Pemasukan mengalir lancar, hingga untuk honor memandu saja bisa sampai Rp500.000 per hari. Itu belum termasuk uang tips dari tamu-tamu yang merasa puas”

kata Boe mengenang

Saat pandemi COVID-19 merebak, Boe terpaksa beradaptasi untuk menghadapi sepinya wisatawan. Ia mencoba menjual paket tur virtual namun tidak mendapat hasil yang memuaskan.

Namun, ia tetap optimistis dan percaya bahwa melambatnya sektor pariwisata di tengah pandemi menjadi waktu yang tepat baginya dan rekan-rekan pemandu lain untuk mengembangkan diri, salah satunya dengan mengikuti pelatihan pengembangan ekowisata yang digelar Indecon di Jakarta.

Selama lima hari, Boe mempelajari cara mengembangkan produk wisata, pengelolaan daya tarik wisata, hingga rantai produksi untuk pemasaran. Walau sudah berpengalaman di bidang pariwisata, Boe tetap merasa bahwa pelatihan ini berhasil meningkatkan rasa percaya diri dan memberikan pengetahuan yang lebih komprehensif tentang pendampingan wisata lintas daerah.

Kini Boe pun sedang bersiap-siap untuk melebarkan cakupan bisnisnya. Tak hanya sekedar menjadi pemandu, Boe juga berencana untuk menjadi pendamping desa-desa wisata di Manggarai Barat. Menurut dia, pengetahuan baru dari pelatihan Indecon dan pengalaman bekerja di LSM menjadi bekal berharga untuk terus mewujudkan rencananya.